SETiap
individu memiliki cetak biru dalam mengarahkan hidupnya. Begitu pula guru.
Sebagai pengajar dan pendidik, mereka juga harus paham atas aturan-aturan yang
mereka miliki, sehingga perannya bisa lebih efektif.
Ada sebuah
cerita,
Suatu hari
di sebuah ruangan dipenuhi para guru dan kepala sekolah. Mereka sedang
berdiskusi tentang cara agar guru bisa menumbuhkan dan mengembangkan potensi
murid-muridnya.
Dalam
diskusi itu muncul pengakuan sangat menarik dari seorang guru. ''Saya sudah
jadi guru selama lima tahun dan saya merasa berdosa. Saya adalah seorang guru
matematika. Selama ini saya hanya memindahkan catatan saya ke mereka. Padahal,
kelas adalah tempat siswa untuk mengembangkan dirinya,'' ujar seorang guru yang
enggan disebutkan namanya.
Yang
dikatakan guru itu mungkin juga dilakukan dan dirasakan guru-guru lain yang
hanya familiar dengan metode ceramah. Padahal, metode itu hanya cocok untuk
anak-anak pintar. Padahal, dari sekitar 40-an siswa di kelas, hanya tiga atau
empat yang tergolong pintar.
Ketika itu
narasumber bertanya,
''Apakah
menjadi guru adalah pilihan Anda?''.
''Ya!''
jawab beberapa peserta dengan lantang.
''Anda
yakin?''
''Ya!''
''Kalau
jadi miliarder, mau nggak?'' tanya narasumber, yang juga konsultan pendidikan
itu, kembali.
Kali ini
Peserta mulai-ragu-ragu menjawabnya. ''Kalau Anda cocok dengan kerja tersebut,
Anda tak akan pernah mengeluh,'' kata si narasumber. ''Begitu juga jadi guru.
Kalau suka, Anda harus live with it. Kalau tidak, leave it.
Kalau nggak happy, ya jangan jadi guru.''
Menjadi
guru bukan perkara mudah. Butuh tanggung jawab dan keikhlasan yang bersumber
dari hati. Guru adalah bukanlah sekedar pengajar yang hanya sekedar memenuhi
tugas menyampaikan materi, tapi guru adalah pendidik – yang segala sikap dan
kepribadiannya dilihat, digugu dan ditiru oleh anak-anak didiknya. Oleh karena
itu, selain memenuhi tugas-tugasnya sebagai pendidik guru juga harus memberikan
contoh melalui sikap dan kepribadian yang menyenangkan.
Guru harus
tegas tapi bukan berarti galak. Ketika ada anak yang tidak mengumpulkan PR,
guru yang baik tak lantas menghukumnya, tapi akan menanyakan alasan anak tersebut tidak
mengumpulkan tugasnya dan bila perlu memberinya waktu tambahan untuk
menyelesaikan tugasnya. Selama anak tersebut memiliki kemauan untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran, guru harus bersabar untuk membimbing dan
mengarahkan anak didiknya agar bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Guru juga harus membuka diri dan memberi ruang kepada anak didiknya untuk berdiskusi
dan bertanya jawab seputar kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan sehingga
tercipta suasana pembelajaran yang dinamis, menarik, kreatif, dan menyenangkan.
Guru adalah
pekerjaan yang mulia. Tujuannya satu mencerdaskan moral anak bangsa agar kelak menjadi anak
yang berhasil dan berdaya berguna sehingga bisa menjadi
pemimpin-pemimpin perubahan di masa mendatang. Penulis sengaja memilih diksi
mencerdaskan moral karena memang bangsa ini sedang krisis moral. Kalau
kecerdasan intelektual semua orang bisa mendapatkannya hanya dengan membaca
buku, tapi kecerdasan moral itu harus dilatih dan dibiasakan. Di sinilah peran
guru sebagai pendidik menanamkan pengembangan karakter, melatih ,dan
membiasakan anak didiknya untuk bersikap jujur, amanah, mandiri, dan
bertanggung jawab.
Ada tiga hal di dunia ini yang tak pernah berubah.
Pertama adalah proses perubahan itu sendiri. Jadi, perubahan
adalah hal yang mutlak.
Kedua adalah prinsip. ''Orang yang malas pasti bodoh. Orang
yang rajin dan kerja keras pasti berhasil,'' .
Yang ketiga adalah selalu ada pilihan dalam dua hal tadi.
Selalu ada pilihan dalam hidup ini. Terserah Anda mau
memilih yang mana, baik atau buruk itu adalah pilihan Anda sendiri.
Sebaiknya kita para guru mencari suara hati kita terhadap
profesi yang sedang kita jalani. ''Apa benar jadi guru adalah panggilan hati
Anda? Kalau ya, maka gunakanlah itu untuk mengubah bangsa ini.''
Perubahan terhadap bangsa dapat kita lakukan melalui
perubahan diri sebagai individu terlebih dahulu. Kita tidak mungkin bisa
mengubah orang lain jika kita sendiri saja tidak bisa mengubah diri dan pola
pikir kita. Jika kita bisa mengubah paradigma kita sebagai guru yang tidak
hanya sekedar guru – tetap i yang lebih penting adalah pendidik – maka bukanlah
suatu hal yang tak mungkin kita bisa mengubah anak didik kita, lingkungan kita,
bangsa, bahkan dunia pun bisa kita ubah. Jadi, mulailah dari diri sendiri, dari
hal yang kecil, dan mulai dari sekarang.
Let’s go take action!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak dan tidak melanggar SARA!